Rabu, 03 Februari 2010

ASKEP PSIKOSOSIAL

ASKEP PSIKOSOSIAL PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya “saya kuat dalam matematika” (Wigfield & Karpathian 1991). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (Marsh 1990). Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri.

2. Komponen Konsep Diri
Komponen Konsep diri terdiri dari :
a. Identitas
Identitas mencakup rasa internal tentang individual, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Karenanya konsep tentang identitas mencangkup kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik
Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren, konsisten dan unik (Erikson, 1963). Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
b. Citra tubuh
Membentuk persepsi seorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan pada tubuh.
Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain.
Citra tubuh di pengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi.
Salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause selama masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).
c. Ideal Diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia remaja ideal diri akan terbentuk melalui identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
d. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungan.
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu persepsinya.
Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
e. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

3. Asuhan Keperawatan Psikisosial pada Pasien dengan Gangguan Konsep Diri
A. Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Predisposisi gangguan citra tubuh :
- kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
- perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan/penyakit)
- proses patologis penyakit dan dampak terhadap struktur maupun fungsi tubuh
- prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi.
b. Faktor Predisposisi gangguan Identitas diri :
- ketidak percayaan orang tua terhadap anak
- tekanan dari teman sebaya
- perubahan struktur sosial
c. Faktor Predisposisi gangguan harga diri :
- penolakan dari orang lain
- kurang penghargaan
- pola asuh yang salah ; terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.
- persaingan antar saudara
- kesalahan dan kegagalan yang berulang
- tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
d. Faktor Predisposisi gangguan peran :
- transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat-sakit.
- ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
- keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuan tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
- peran yang terlalu banyak.
2) Faktor Presipitasi
a. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yag membuat individu sulit menyesuaikan diri/tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya/menyaksikan kejadian berupa tindak kejahatan.
b. Ketegangan peran
Keteganga peran adalah perasaan prustasi ketika individu mersa tidak adekuat melakukan peran/melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya/tidak merasa cocok dalam melakukan perannya.
3) Perubahan perilaku
a. Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :
- menolak menyenyuh/melihat bagian tubuh tertentu
- menolak bercermin
- menolak usaha rehabilisasi
- menyangkal cacat tubuh
- usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
b. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah :
- mengkritik diri sendiri
- merasa bersalah dan khawatir
- merasa tidak mampu
- menunda keputusan
- gangguan berhubungan
c. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas :
- keperibadian yang bertentangan
- perasaan hampa
- kekacauan identiatas seksual
- kecemasan yang tinggi
d. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :
d.1 Afektif
- kehilangan identitas diri
- merasa asing dengan diri sendiri
- perasaan tidak nyata
- merasa sangat terisolasi
d.2 Persepsi
- halusinasi pendengaran
- kekalauan identitas seksual
- gangguan citra tubuh
d.3 Kognitif
- bingung
- diserpentasi waktu
- gangguan berpikir
d.4 Perilaku
- pasif
- kurang spontanitas
- kurang pengendalian diri.
4) Mekanisme Koping
Klien ganguan konsep diri menggunakan mekanisme koping yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
a. Koping jangka pendek, karakteristik koping jangka pendek :
- aktivitas yang dapat memberi kesempatan lari sementara dari kritis
Miasalnya : menonton TV, kerja keras, olahraga berat.
- aktivitas yang dapat memberikan identitas penggati sementara.
Misalnya : ikut kegiatan sosial, politik, agama.
b. Koping jangka panjang, dikategorikan dalam penutupan identitas dan identitas negatif
- penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa mempertahankan keinginan.
- Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh niali-nilai dan harapan masyarakat.
5) Mekanisme pertahanan ego
Yang sering dipakai adalah :
 fantasi → kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada utuk menciptakan tanggapan baru
 disosiasi → respon yang tidak sesuai dengan stimulus
 isolasi → menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar
 proyeksi → kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan gangguan konsep diri adalah :
a. Gangguan konsep diri : Citra tubuh yang berhubungan dengan kekhawatiran menjadi gemuk
b. Gangguan konsep diri rendah
c. Ketidak efektipan penampilan peran yang berhubungan dengan ketidakcocokan dengan penerimaan peran baru
d. Gangguan identitas diri yang berhubungan dengan harapan orang tua yang tidak realistik.

C. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
1. Membangun keterbukaan dan hubungan saling percaya, dengan cara :
a. Tawarkan penerimaan tak bersyarat atau tidak kaku
b. Dengarkan klien
c. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan
d. Berespons pada klien dengan tidak menghakimi
e. Tunjukkan pada klien bahwa ia adalah indivudu yang berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat membantu diri sendiri
2. Bekerja pada klien pada tingkat kemampuan yang dimilikinya, dengan cara :
a. Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien
b. Pedoman asuhan untuk klien yang kemampuan yang terbatas
c. Mulai dengan penegasan identitasnya
d. Memberikan tindakan yang mendukung untuk menurunkan tingkat kecemasannya
e. Dekati klien dengan cara tanpa diminta
f. Terima dan usahakan klasifikasi komunikasi verbal dan non-verbal
g. Cegah klien untuk mengisolasi diri
h. Ciptakan kegiatan rutin yang sederhana pada klien
i. Buat batasan pada perilaku yang tidak sesuai
j. Orientasikan klien ke realita
k. Dorong untuk melakukan perilaku yang tepat dan beri pujian dan pengakuan
l. Bantu dalam melakukan kebersihan perseorangan dan penampilan diri
m. Dorong klien untuk merawat diri sendiri
3. Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik dengan cara:
a. Tingkatkan secara bertahap partisipasi klien dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatannya
b. Tunjukan bahwa klien adalah orang yang bertanggung jawab.
4. Membantu klien untuk menerima pikiran dan perasaannya :
a. Mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non-verbal
gunakan keterampilan komunikasi teurapetik dan respons empati
b. Observasi dan catat pikiran yang logis dan tidak logis serta respons emosionalnya.
5. Membantu pasien mengklasifikasikan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan
a. Dapatkah persepsinya tentang kekuatan dan kelemahannya
b. Bantu klien untuk menggambarkan ideal dirinya
c. Identifikasi kritik tentang dirinya
d. Bantu klien untuk menggambarkan hubungannya dengan orang lain
6. Menyadari dan memiliki kendali terhadap perasaan anda (perawat) :
a. Terbuka pada perasaan dengan orang (klien)
b. Gunakan diri secara teurapetik
 berbagi perasaan dengan orang (klien)
 verbalisasi bagaimana perasaan orang lain
 bercermin pada persepsi dan perasaan klien
7. berespons empati bukan simpati dan tekankah bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien :
a. gunakan respons empati, evaluasi diri tentang simpati
b. mengutatkan klien bahwa ia mempunyai kekuatan dalam memecahkan masalahnya
c. beritahukan pada klien bahwa ia bertanggung jawab terhadap perilakunya termasuk respons koping adaftif dan maladaftif
d. diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan dan sumber-sumber koping yang tersedia untuk klien
e. gunakan sitem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyediaan diri klien
f. bantu klien untuk mengenli sifat dari konflik dan cara maldaftif yang dilakukan klien untuk mengatasinya
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternatif pemecahan :
a. bantu klien memahami bahwa hanya dia yang dapat mengubah dirinya bukan orang lain.
b. Jika klien mempunyai persepsi yang tidak konsisten, bantu dia melihat bahwa ia dapat berubah, sebagai berikut :
 keyakinan dan idealnya dapat membawa ia pada kenyataan
 lingkungan untuk membuat konsisten dengan keyakinannya.
c. Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilakunya, ia dapat berubah
 Perilakunya disesuaikan dengan konsep dirinya
 Keyakinan yang mendasari konsep dirinya disesuaikan pada perilaku
 Ideal dirinya.bersama-sama mengulas bagaimana sumber koping dapat lebih baik digunakan klien
9. Bantu klien mengembangkan tujuan yang realistis
a. dorong klien untuk merumuskan tujuan sendiri (bukan tujuan perawat)
b. bersama-sama mendiskusikan konsekuesnsi emosi, praktiknya dan berdasarkan realitas dari setiap tujuan.
c. Bantu klien untuk menetapkan perubahan konkret yang diharapkan
d. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang secara potensial
e. Gunakan bermain peran, model peran dan visualisasi, bila perlu.

D. Evaluasi Keperawatan
Pasien akan mencapai tingkat aktualisasi diri yang maksmal untuk menyadari potensi dirinya.

E. DAFTAR PUSTAKA

 Susilawati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
 Stuart, Gail W. 2002. Buku Saku Keperawatn Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
 Stuart, Gail W dan Sandra J. Sundeen. 2002. Buu Saku Keperawatan Jiwa Edis . Jakarta : EGC