Rabu, 03 Februari 2010
ASKEP PSIKOSOSIAL
1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya “saya kuat dalam matematika” (Wigfield & Karpathian 1991). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (Marsh 1990). Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsep diri.
2. Komponen Konsep Diri
Komponen Konsep diri terdiri dari :
a. Identitas
Identitas mencakup rasa internal tentang individual, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Karenanya konsep tentang identitas mencangkup kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik
Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren, konsisten dan unik (Erikson, 1963). Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
b. Citra tubuh
Membentuk persepsi seorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan pada tubuh.
Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain.
Citra tubuh di pengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi.
Salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause selama masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).
c. Ideal Diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia remaja ideal diri akan terbentuk melalui identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
d. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungan.
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu persepsinya.
Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
e. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.
3. Asuhan Keperawatan Psikisosial pada Pasien dengan Gangguan Konsep Diri
A. Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Predisposisi gangguan citra tubuh :
- kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
- perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan/penyakit)
- proses patologis penyakit dan dampak terhadap struktur maupun fungsi tubuh
- prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi.
b. Faktor Predisposisi gangguan Identitas diri :
- ketidak percayaan orang tua terhadap anak
- tekanan dari teman sebaya
- perubahan struktur sosial
c. Faktor Predisposisi gangguan harga diri :
- penolakan dari orang lain
- kurang penghargaan
- pola asuh yang salah ; terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.
- persaingan antar saudara
- kesalahan dan kegagalan yang berulang
- tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
d. Faktor Predisposisi gangguan peran :
- transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat-sakit.
- ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
- keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuan tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
- peran yang terlalu banyak.
2) Faktor Presipitasi
a. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yag membuat individu sulit menyesuaikan diri/tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya/menyaksikan kejadian berupa tindak kejahatan.
b. Ketegangan peran
Keteganga peran adalah perasaan prustasi ketika individu mersa tidak adekuat melakukan peran/melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya/tidak merasa cocok dalam melakukan perannya.
3) Perubahan perilaku
a. Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :
- menolak menyenyuh/melihat bagian tubuh tertentu
- menolak bercermin
- menolak usaha rehabilisasi
- menyangkal cacat tubuh
- usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
b. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah :
- mengkritik diri sendiri
- merasa bersalah dan khawatir
- merasa tidak mampu
- menunda keputusan
- gangguan berhubungan
c. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas :
- keperibadian yang bertentangan
- perasaan hampa
- kekacauan identiatas seksual
- kecemasan yang tinggi
d. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :
d.1 Afektif
- kehilangan identitas diri
- merasa asing dengan diri sendiri
- perasaan tidak nyata
- merasa sangat terisolasi
d.2 Persepsi
- halusinasi pendengaran
- kekalauan identitas seksual
- gangguan citra tubuh
d.3 Kognitif
- bingung
- diserpentasi waktu
- gangguan berpikir
d.4 Perilaku
- pasif
- kurang spontanitas
- kurang pengendalian diri.
4) Mekanisme Koping
Klien ganguan konsep diri menggunakan mekanisme koping yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
a. Koping jangka pendek, karakteristik koping jangka pendek :
- aktivitas yang dapat memberi kesempatan lari sementara dari kritis
Miasalnya : menonton TV, kerja keras, olahraga berat.
- aktivitas yang dapat memberikan identitas penggati sementara.
Misalnya : ikut kegiatan sosial, politik, agama.
b. Koping jangka panjang, dikategorikan dalam penutupan identitas dan identitas negatif
- penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa mempertahankan keinginan.
- Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh niali-nilai dan harapan masyarakat.
5) Mekanisme pertahanan ego
Yang sering dipakai adalah :
fantasi → kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada utuk menciptakan tanggapan baru
disosiasi → respon yang tidak sesuai dengan stimulus
isolasi → menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar
proyeksi → kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan gangguan konsep diri adalah :
a. Gangguan konsep diri : Citra tubuh yang berhubungan dengan kekhawatiran menjadi gemuk
b. Gangguan konsep diri rendah
c. Ketidak efektipan penampilan peran yang berhubungan dengan ketidakcocokan dengan penerimaan peran baru
d. Gangguan identitas diri yang berhubungan dengan harapan orang tua yang tidak realistik.
C. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
1. Membangun keterbukaan dan hubungan saling percaya, dengan cara :
a. Tawarkan penerimaan tak bersyarat atau tidak kaku
b. Dengarkan klien
c. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan
d. Berespons pada klien dengan tidak menghakimi
e. Tunjukkan pada klien bahwa ia adalah indivudu yang berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat membantu diri sendiri
2. Bekerja pada klien pada tingkat kemampuan yang dimilikinya, dengan cara :
a. Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien
b. Pedoman asuhan untuk klien yang kemampuan yang terbatas
c. Mulai dengan penegasan identitasnya
d. Memberikan tindakan yang mendukung untuk menurunkan tingkat kecemasannya
e. Dekati klien dengan cara tanpa diminta
f. Terima dan usahakan klasifikasi komunikasi verbal dan non-verbal
g. Cegah klien untuk mengisolasi diri
h. Ciptakan kegiatan rutin yang sederhana pada klien
i. Buat batasan pada perilaku yang tidak sesuai
j. Orientasikan klien ke realita
k. Dorong untuk melakukan perilaku yang tepat dan beri pujian dan pengakuan
l. Bantu dalam melakukan kebersihan perseorangan dan penampilan diri
m. Dorong klien untuk merawat diri sendiri
3. Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik dengan cara:
a. Tingkatkan secara bertahap partisipasi klien dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatannya
b. Tunjukan bahwa klien adalah orang yang bertanggung jawab.
4. Membantu klien untuk menerima pikiran dan perasaannya :
a. Mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non-verbal
gunakan keterampilan komunikasi teurapetik dan respons empati
b. Observasi dan catat pikiran yang logis dan tidak logis serta respons emosionalnya.
5. Membantu pasien mengklasifikasikan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan
a. Dapatkah persepsinya tentang kekuatan dan kelemahannya
b. Bantu klien untuk menggambarkan ideal dirinya
c. Identifikasi kritik tentang dirinya
d. Bantu klien untuk menggambarkan hubungannya dengan orang lain
6. Menyadari dan memiliki kendali terhadap perasaan anda (perawat) :
a. Terbuka pada perasaan dengan orang (klien)
b. Gunakan diri secara teurapetik
berbagi perasaan dengan orang (klien)
verbalisasi bagaimana perasaan orang lain
bercermin pada persepsi dan perasaan klien
7. berespons empati bukan simpati dan tekankah bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien :
a. gunakan respons empati, evaluasi diri tentang simpati
b. mengutatkan klien bahwa ia mempunyai kekuatan dalam memecahkan masalahnya
c. beritahukan pada klien bahwa ia bertanggung jawab terhadap perilakunya termasuk respons koping adaftif dan maladaftif
d. diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan dan sumber-sumber koping yang tersedia untuk klien
e. gunakan sitem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyediaan diri klien
f. bantu klien untuk mengenli sifat dari konflik dan cara maldaftif yang dilakukan klien untuk mengatasinya
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternatif pemecahan :
a. bantu klien memahami bahwa hanya dia yang dapat mengubah dirinya bukan orang lain.
b. Jika klien mempunyai persepsi yang tidak konsisten, bantu dia melihat bahwa ia dapat berubah, sebagai berikut :
keyakinan dan idealnya dapat membawa ia pada kenyataan
lingkungan untuk membuat konsisten dengan keyakinannya.
c. Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilakunya, ia dapat berubah
Perilakunya disesuaikan dengan konsep dirinya
Keyakinan yang mendasari konsep dirinya disesuaikan pada perilaku
Ideal dirinya.bersama-sama mengulas bagaimana sumber koping dapat lebih baik digunakan klien
9. Bantu klien mengembangkan tujuan yang realistis
a. dorong klien untuk merumuskan tujuan sendiri (bukan tujuan perawat)
b. bersama-sama mendiskusikan konsekuesnsi emosi, praktiknya dan berdasarkan realitas dari setiap tujuan.
c. Bantu klien untuk menetapkan perubahan konkret yang diharapkan
d. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang secara potensial
e. Gunakan bermain peran, model peran dan visualisasi, bila perlu.
D. Evaluasi Keperawatan
Pasien akan mencapai tingkat aktualisasi diri yang maksmal untuk menyadari potensi dirinya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Susilawati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart, Gail W. 2002. Buku Saku Keperawatn Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
Stuart, Gail W dan Sandra J. Sundeen. 2002. Buu Saku Keperawatan Jiwa Edis . Jakarta : EGC
Jumat, 01 Januari 2010
ASKEP HEMOROID
A. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis.Terjadi pelebaran (dilatasi) vena pada anus maupun rectal (fleksus haemorrhoidalis superior dan media : haemorrhoid interna dan fleksus haemorrhoidalis inferior : haemorrhoid eksterna ).
Hemorrhoid merupakan pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah balik (vena) pada daerah rektum atau anus. Di Amerika, 50% populasi usia 50an menderita wasir. Dan diperkirakan sekitar 50-85% populasi dunia akan mengalami gejala wasir pada periode tertentu dalam hidupnya.
Faktor Resiko
1. Kehamilan
2. Konstipasi yang lama
3. Hipertensi portal
B. Etiologi
1. Wasir dapat diturunkan secara genetik
2. Kelemanahan pembuluh darah vena di rektum atau anus
3. Terlalu sering dan kuat mengedan (kesulitan buang air besar atau diare).
4. Duduk yang terlalu lama
5. Hipertensi
6. Obesity
7.
8. Konsumsi alkohol dan kopi dalam jumlah banyak
9. Dehidrasi
10. Kekurangan vitamin E merupakan faktor yang lainnya.
11. Diare menahun/kronis
12. Kehamilan: disebabkan oleh karena perubahan hormon
13. Hubungan seks tidak lazim (perianal)
14. Sembelit/ konstipasi/ obstipasi menahun
15. Penekanan kembali aliran darah vena
16. Melahirkan
17. Usia lanjut
18. Batuk berat
19. Mengangkat beban berat
20. Tumor di abdomen/usus proksimal
C. Patofisiologi
• Dilatasi vena anorectal dan mengembang akibat peningkatan tekanan intra abdominal dan terbendungnya aliran darah vena daerah anorectal.
• Ketegangan vena yang terjadi pada jaringan lunak akan menyebabkan prolaps, ini dapat menyebabkan thrombus atau peradangan, serta terjadi perdarahan.
• Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik .
D. Manifestasi Klinik
1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum.
2. Nyeri.
3. Gatal daerah rectum.
4. Gangguan mukosa rectum.
5. Perdarahan pada saat b.a.b.
E. Tipe Hemoroid
Hemorrhoid eksterna
Timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Dapat terlihat dari luar tanpa menggunakan alat. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan adalah berupa gatal,jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat.
Hemorrhoid interna
Muncul didalam rektum. Biasanya jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari menederia hemorrhoid. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated hemorrhoids.
F. Tanda dan Gejala
• Prolapsed hemorrhoid adalah hemorrhoid yang “nongol” keluar dari rektum.
• Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karena otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya jaringan dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri sekali
G. Diagnostik
a) Riwayat
Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan.
Pertanyaan kebiasaan buang air besar; konstipasi, mengejan saat defekasi.
b) Pemeriksaan fisik
Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid.
Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur )
c) Proctosigmoidoscopy, untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid.
H. Penatalaksanaan
a. Terapi pengobatan
Tidak ada obat yang dapat mengobati hemorrhoid. Yang paling penting adalah untuk melakukan pencegahan
Namun Hemorrhoid yang menimbulkan rasa nyeri, analgetik suppositoria atau salf analgetik namun harus hati-hati salf yang mengandung steroid karena justru dapat memicu timbulnya serangan nyeri.
b. Terapi operatif
• Rubber band ligation
Suatu karet diikatkan pada hemorroid sehingga pasokan pembuluh darah menjadi berkurang atau tidak ada. Setelah beberapa hari, jaringan akan mengalami kematian yang pada akhirnya akan lepas sendiri bersamaan dengan buang air besar.
• Hemorrhoidolysis/Galvanic Electrotherapy
Merupakan tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan arus listrik
• Sclerotherapy
Penyuntikan zat sklerosan dilakukan pada hemorrhoid sehingga menyebabkan runtuhnya dinding pembuluh darah pada hemorrhoid.
• Cryosurgery
Merupakan tindakan penghancuran wasir dengan cara membekukannya. à jarang sekali digunakan karena efek sampingnya.
• Laser, infrared or BICAP caogulation
Adalah tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan laser atau inframerah. Sekarang ini, laser sudah mulai ditinggalkan karena penelitian menunjukkan bahwa penanganan wasir lebih efektif dengan menggunakan inframerah.
• Hemorrhoidectomy
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan. Namun banyak pasien yang mengeluhkan nyeri yang hebat setelah dilakukan operasi ini. Untuk itu, tindakan ini dilakukan sebaiknya untuk hemorrhoid interna grade IV saja.
c. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
d. Terapi non farmakologis
a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.
b) Intervensi non pharmakologis
1. Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps.
2. Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b tidak mengedan.
3. Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.
4. Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman.
I. Pencegahan
• Minum banyak air, makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari
• Olahraga
• Menghindari penggunaan laksatif (perangsang buang air besar)
• Membatasi mengedan sewaktu buang air besar.
• Penggunaan celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi wasir yang sudah ada.
• Jalankan pola hidup sehat
• Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
• Makan makanan berserat
• Hindari terlalu banyak duduk
• Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
• Hindari hubunga seks yang tidak wajar
• Jangan menahan kencing dan berak
• Jangan menggaruk dubur secara berlebihan
• Jangan mengejan berlebihan
• Duduk berendam pada air hangat
• Minum obat sesuai anjuran dokter
J. Kompilkasi
1) Perdarahan yang menyebabkan anemia.
2) Strangulasi (perlengketan).
3) Trombosis pada hemorrhoid.
K. Prognosis
Berulang kembali 50 % setelah pengobatan sclerosing. Yang lebih baik adalah dilakukan ligasi dan hemorroidectomy.
L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa sering, apa warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan laksatif?
Riwayat diet:
- Bagaimana pola makan klien?
- Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?
Riwayat pekerjaan:
- Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri dalam waktu lama?
Aktivitas dan latihan:
- Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?
Pengkajian obyektif:
Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi
b. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu
c. Nyeri b.d iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter post-operatif
d. Perubahan eliminasi urinarius b.d rasa takut nyeri post-operatif
e. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapi
3. Perencanaan dan intervensi
- Menghilangkan konstipasi
Intervensi:
a. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur
b. Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan
c. Menambahkan makanan tinggi serat pada diet
d. Meningkatkan masukan cairan hingga 2 liter/24 jam
- Menurunkan ansietas
- Menghilangkan nyeri
Intervensi:
Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan
- Meningkatkan eliminasi urinarius
- Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi
- Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah
M. Dafta Pustaka
Leff, E: Hemorrhoidectomy – Laser vs non-laser: out patient surgical experience at: www.medscape.com.
Keigley MRB. 2001. Hemorrhoidal Disease in Surgery of the Anus, Rectum and
Iwagaki: The Laser Treatment of Hemorrhoids: result of a study on 1816 patients in Surgery Today, vol 19 on 6 November 1989.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
www.ruslanpinrang.blogspot.com
http://perawatpskiatri.blogspot.com
http://viethanurse.wordpress.com